WmosesD
Sabtu, 08 Januari 2011
In my sweet home
"Papa yang tidak pernah tau diri,tidak bisa menghargai usaha orang lain!!!"
"Apa hebatnya masakan mama, selalu aja kurang rasa. Keasinan, kepedesanlah, apalah...mending papa makan di luar, jelas enaknya!!!!"
"Pergiii, pergiii, pergii Papa dari rumah ini. Perggiiiiii...!!!!! Hikz...hikz..."
Selalu begitu. Selalu saja ocehan-ocehan itu lagi yang kudengar. Masalah kecil yang dibesar-besarkan. Satu masalah selalu bisa menyulut masalah yang lain. Bosan. Bosan dan muak aku mendengarnya. Hampir saja aku hafal setiap omelan yang keluar dari bibir Papa dan Mama.
"Sayang, kamu mau kemana?"
"Di, kamu mau kemana, Nak?"
"Urus saja urusan kalian yang sangat berguna itu!!! Jangan pikirkan aku! Tidak ada gunanya memikirkan aku!!!" Kumasukkan baju-bajuku sekenanya ke dalam tas ranselku yang kebetulan masih aku gendong. Dan kulangkahkan kaki dengan cepat meninggalkan rumah yang dulu menjadi rumah kebanggaanku.
"Dilaa, Dilaa, mau kenana kamu???"
"Mama sih tidak benar mengurus anak. Lihat tuh sifat anak kamu jadinya begitu. Pembangkang. Punya anak satu saja tidak bisa diurus!!!"
"Jangan salahkan aku kalau dia jadi pembangkang!! Kamu yang tidak pernah mendidik dia, pantas saja dia membangkang. Ini bukan salahku tapi salah kamu. Dimana keberadaanmu waktu Dila butuh kamu!!!!!"
"SUDAAHH CUKUUPP!!!!"
***
"Aku seorang pendaki gunung yang kuat, aku tidak boleh menangis seperti ini. Ini cemen. Ini kekanak-kanakan, ini bodoh... Hanya orang bodoh dan lemah yang menangis karena masalah ini. Tdak, aku tidak bodoh, aku tidak lemah, aku tidak boleh menangis...."
"Orang tuamu ribut lagi, ya??"
"Kau ini hantu, ya?? Selalu saja datang tiba-tiba dan mengagetkan orang."
"ini! Pasti kamu menangis lagi??"
"Tidak. Aku tidak butuh sapu tanganmu."
"Oh, tidak! Ya sudah!"
"Mengapa kau selalu menggangguku??"
"Mengganggu? Aku selalu mengganggumu, ya?? Hahaha..."
"Setiap kali aku menangis kau selalu saja muncul. Mengganggu!!"
"Oh mengganggu! Aku rasa tidak!!"
"Matamu masih sembab tuh! Ini lap saja di bajuku.. aku rela kok!"
"Andri, aku sedang mau sendiri."
"Hmm.."
"Andri, tolong tinggalkan aku sendiri!"
"Hmm.."
"Andri..."
"Yakin?? Di sini banyak angin lho??"
"Andri.."
"Nanti kamu masuk angin."
"Andrii...."
"Tidak."
"Andri, tolong!!"
"Tidakk!"
"ANDRRIII!!! Sampai kapan pun kau tidak akan bisa memahamiku dan keluargaku. Jangan memaksa aku untuk bercerita tentang keluargaku yang sangat buruk itu. Perggiii dan jangan ikuti aku lagi!!!! Jangan muncul lagi di hadapanku!!!! PERGI...PERGI...PERGGIII!!!!"
"Kamu pikir ini baik buat dirimu? Kamu pikir menangis menyelesaikan masalah? Kamu pikir keluargamu akan menyesali perbuatannya karena perilakumu ini?? Kamu pikir hatiku tidak sedih melihatmu terus menangis seperti ini?? Kamu pikir aku akan membiarkanmu sendiri di tempat ini malam-malam buta begini dengan keadaan yang lemah??? Kamu pikir aku setega itu padamu???"
"PEERRGGGIIIIII.........!!!!! TINGGALKAN AKU SENDIRI!!! BIARKAN AKU SENDIRI...Hikz...hikz...hikz...!!!"
("Dila, aku baru melihatmu selemah ini. Kamu tidak seperti biasa yang aku lihat. Dila yang tegar, Dila yang sabar, Dila yang selalu sanggup menahan air matanya yang memaksa keluar dari tempat persembunyiaannya. Dila yang mampu tersenyum di tengah-tengah goresan luka hati yang tidak dangkal. Dila, Kini Dila yang kulihat begitu lunglai, tersungkur dan menyerah pada masalah yang selama ini kamu perjuangkan.Berjuang berdiri tegak. Dila sekarang yang ada di hadapanku sedang menangis sejadi-jadinya.
Dila, salahkan aku kalau aku ada di dekatmu? Salahkan aku kalau aku mau ikut merasakan kepedihanmu? Salahkan aku kalau aku menawarimu sekali lagi bahuku untuk menopang kesedihanmu?? Dila...")
***
"Bangunlah, Dila. Sudah cukup kamu menyiksa diri. Ayo berdirilah! Mari aku bantu!"
"Tidak."
"Oke kalau tidak mau dibantu tidak apa-apa..."
"Aku bisa sendiri."
"Ya, aku tau. Oke, karena kamu sudah tenang aku, akan pergi dan meninggalkanmu sendiri. Hati-hati. Kalau butuh bantuan telepon saja aku. Aku pasti siap membantu. Aku pergi!"
("Andri...")
("Dila, aku harap kamu bisa tegar dan akan baik-baik saja. Dila, aku sayang kamu!")
"Tunggu...Andri..."
"Ya?"
"Tidak, jangan menoleh, dan jangan membalikkan badanmu. Tetaplah membelakangiku!"
"Dila??"
"Aku tidak mau terlihat lemah dan jelek di depanmu."
"Tapi aku sudah memandangimu dari tadi, termasuk kelemahanmu yang membuatmu jelek sekali! Dan aku akan menoleh dan membalikan badanku untuk melihatmu lagi tapi kalau kamu mengijinkanku?"
"Tidak. Tetaplah seperti itu!"
"Dila, apa maumu??"
"..."
"Dila???"
"....."
"Dila, kamu baik-baik saja??"
"Andri, boleh aku minta tolong sesuatu padamu?"
"Dila?? Tentu. Boleh. Ya! Katakan!"
"Andri, aku lemah. Aku tidak bisa menahan rasa sakit di hati ini lagi. Andri, tolong...tolong...tolong pinjamkan bahumu sejenak saja untuk kubersandar!!"
"Dliaa....??"
************************************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar